Bahasa Berau Asli (Banua) di Ambang Kepunahan.

Sebagai putra daerah asli Berau yang sedang berkuliah di Jawa Barat, saya sangat sering berinteraksi dengan orang Sunda. Tak ayal, hampir setiap hari saya mendengar orang-orang Jawa Barat berdialog dalam bahasa mereka, yaitu Bahasa Sunda.

Awalnya, saya tidak terlalu peduli. Saya pikir, setiap daerah pasti memiliki bahasa masing-masing. Namun, lama kelamaan, saya sadar bahwa ada sesuatu yang luar biasa dari bahasa Sunda ini. Tidak peduli sukunya, rasnya, atau asal daerahnya, semua orang berbicara dalam bahasa Sunda.

"Loh, apa bedanya dengan daerah lain? Kan sama saja seperti di Samarinda, di mana orang Tionghoa fasih berbahasa Banjar, atau di Medan, di mana orang Melayu bisa berbahasa Batak juga?" Pertanyaan ini sering saya dengar ketika berdiskusi dengan orang-orang mengenai pengadaan kurikulum bahasa Banua di sekolah-sekolah di Berau.

Perlu kita ketahui, yang membedakan daerah-daerah yang menggunakan bahasa daerah dengan Jawa Barat adalah banyaknya sekolah yang mengajarkan bahasa Sunda sebagai muatan lokal. Saya merasa kagum dengan usaha dinas pendidikan dan kebudayaan di Jawa Barat yang berusaha keras untuk mempertahankan kelestarian Bahasa Sunda.

Dari hal ini, timbul pertanyaan di benak saya, "Kenapa bahasa Banua tidak bisa sepopuler bahasa Sunda?" Di Jawa Barat, tidak peduli suku apapun, setiap orang wajib belajar bahasa Sunda. Ini didukung oleh sekolah-sekolah yang mengajarkan bahasa Sunda, serta keberadaan artis-artis berbahasa Sunda di TV yang menjadi kebanggaan rakyat Jawa Barat untuk berbahasa asli mereka.

Lalu, muncul lagi pertanyaan baru, "Apa di Berau tidak ada guru atau rancangan kurikulum yang mengajarkan bahasa Banua?" Mungkin ada yang berpikir bahwa sangat tidak mungkin untuk mengajarkan bahasa Banua di sekolah-sekolah. Beberapa alasan yang mungkin muncul antara lain:

  1. Bahasa Banua bisa diajarkan di rumah.
  2. Bahasa Banua tidak begitu populer.
  3. Di Berau terdapat terlalu banyak suku, sehingga dikhawatirkan suku lain tersinggung.
  4. Berau bukan hanya milik orang Berau saja.
  5. Dana penelitian dan perancangan kurikulum bahasa Banua dianggap terlalu besar dan sia-sia.
  6. Dan masih banyak alasan lainnya.

Namun, mari berkaca lagi ke Jawa Barat. Apakah semua orang yang bisa berbahasa Sunda adalah orang Sunda asli? Saya bahkan bisa menemukan anak Papua yang fasih berbahasa Sunda di sana.

Apakah Berau tidak bisa mensosialisasikan bahasa Banua sebagai bahasa resmi wilayah Berau, atau bahkan sebagai bahasa resmi Kalimantan Timur?

Menurut saya, dengan mengajarkan bahasa Banua di sekolah-sekolah di Berau, kita tidak hanya akan melestarikan bahasa tersebut, tetapi juga menumbuhkan rasa bangga pada rakyat Berau terhadap identitas budaya mereka.

Lucu sekali, ketika saya berada di Jawa Barat, mereka lebih mengenal Samarinda, Bontang, dan Balikpapan sebagai kota-kota di Kalimantan Timur. Nama Berau sendiri masih asing di telinga mereka. Mereka tahu Berau Coal, namun tidak tahu apa itu Berau. Mereka tahu Derawan Island, Maratua Island, Kakaban Island, dan Nabuco Island, tetapi mereka tidak tahu bahwa semua itu bagian dari Berau.

Apakah ini karena Berau kurang promosi? Mungkin, tetapi lebih dari itu, saya rasa Berau tidak memiliki identitas bahasa yang kuat. Bahasa Banua adalah bahasa yang identik dengan Berau. Berbeda dengan bahasa Banjar yang berasal dari Kalimantan Selatan, atau dialek Dayak yang tersebar di seluruh penjuru Kalimantan, Bahasa Banua adalah bahasa murni dari wilayah Kalimantan Timur. Ini adalah bahasa asli Berau, yang tidak terpengaruh oleh bahasa provinsi lain, kecuali sedikit kemiripan dengan bahasa Melayu Brunei Darussalam.

Curahan Hati

Sebagai putra daerah yang menghabiskan masa sekolah di Bumi Batiwakal, saya merasa menjadi salah satu dari generasi yang 'hampir tidak tahu-menahu' tentang bahasa Banua karena sekolah tidak pernah mengajarkannya.

Tulisan ini saya buat bukan semata-mata untuk kepentingan pribadi saya sebagai suku Berau asli, atau untuk menyinggung bahasa dan suku lain yang telah bercampur aduk di Berau. Tetapi, ini adalah bentuk kepedulian saya terhadap bahasa asli Berau, yaitu bahasa Banua.

Saya berharap, kelak pemimpin Berau yang baru dapat membudayakan bahasa Banua sebagai bahasa asli Berau agar tidak punah. Rasanya miris melihat anak-anak Berau yang hampir tidak mengerti satu pun kata atau frasa dalam bahasa Banua, padahal mereka tinggal di wilayah asal bahasa Banua itu sendiri. Berau sudah tidak memiliki identitas berupa monumen, dan sekarang bahkan hampir kehilangan identitas bahasa.

Selama berada di Jawa Barat, saya belajar bahwa menghargai dan mengajarkan bahasa daerah sama halnya dengan menghormati dan melestarikan budaya sendiri. Jika rumah adalah tempat terbaik untuk belajar bahasa, maka sekolah adalah fasilitator dan penyempurna bahasa yang diajarkan tersebut. Jangan sampai bahasa Banua punah. Mari buat generasi muda Berau bangga dengan bahasa asli mereka, yaitu bahasa Banua.

Ahmad Endry Husein
21 September 2015

Comments

Popular posts from this blog

Kamus Bahasa Berau, Apakah Cukup Mempertahankan Bahasa Ini Dari Kepunahan?

Menyikapi Musuh: Pelajaran Berharga dari Sebuah Permusuhan