Menemukan Passion: Ikut-Ikutan Atau Panggilan Hati?

Memiliki sekelumit ide di dalam pikiran adalah hal yang alami, yang muncul dalam diri setiap orang tanpa tujuan yang jelas.

Sudah tujuh tahun saya merantau dari kota kelahiran saya, Berau. Sebuah kota kecil di Kalimantan Timur, tempat di mana sebagian besar masa kecil saya saya habiskan. Saya lahir di Berau, namun dalam prosesnya, saya tumbuh dewasa dan pikiran saya berkembang saat saya berada di Bandung, kota yang saya tinggali selama tujuh tahun. Di sana saya menemukan calon istri saya, dan di sana pula saya bergumul dengan jalan hidup saya. Saya berulang kali gagal di perkuliahan, berpindah jurusan, dan hampir putus asa. Masalah pun datang silih berganti, hingga akhirnya, berkat usaha dan doa, di usia 24 tahun ini saya hampir berhasil menyelesaikan kuliah. Saya berhasil melawan rasa malas yang menggerogoti diri saya selama ini.

Namun, di balik keberhasilan saya tersebut, ada satu rasa yang mengganjal di hati saya ketika saya menemukan sebuah nasihat yang berbunyi:

"Jangan bekerja karena uang, tapi bekerjalah sesuai passion, karena dengan begitu kebahagiaan dan uang akan datang dengan sendirinya."

Saya yang membaca nasihat itu merasa tersentak dan mulai bertanya-tanya. Tujuh tahun saya berada di negeri orang, tetapi saya belum menemukan passion saya. Saya pun mulai mencari tahu, dan melalui proses yang memakan waktu beberapa bulan, akhirnya saya menemukan passion saya.

Namun, setelah menemukannya, muncul pertanyaan baru: Apakah ini benar-benar passion saya, atau hanya ikut-ikutan saja? Saya pun melakukan self-clarification. Setelah merenung, saya menemukan beberapa poin penting untuk membedakan apakah yang kita geluti adalah passion sejati atau hanya sekadar mengikuti tren:

  1. Jika kita melihat sesuatu hanya karena itu bisa membuat kaya, maka itu adalah ikut-ikutan. Namun, jika keinginan itu membuat kita bersemangat, tak peduli berapa banyak uang yang dihasilkan, itulah yang disebut passion.

  2. Jika keinginan kita hanya untuk dianggap keren, maka itu ikut-ikutan. Namun, jika keinginan itu difungsikan untuk membantu orang lain, inilah yang disebut passion.

  3. Jika di suatu titik kita merasa jenuh dan menyerah, ini adalah tanda ikut-ikutan. Tetapi, jika saat jenuh kita memutuskan untuk beristirahat sejenak dan kemudian melanjutkannya lagi, itulah passion.

  4. Jika keinginan belajar kita hanya sebatas ingin tahu, maka itu adalah ikut-ikutan. Namun, jika keinginan belajar kita membawa kita untuk menghargai proses itu sendiri, belajar dari hal-hal kecil dan detail, dan rela mengeluarkan uang untuk mencapai apa yang kita inginkan, itulah passion.

Ada satu hal lagi yang perlu dipahami: bakat. Bakat merupakan bagian dari passion. Namun, bakat tanpa passion akan terasa hampa. Sebaliknya, passion tanpa bakat bisa dilatih. Keinginan untuk berlatih dan belajar, serta kesungguhan untuk mengejar passion, akan menjadikan passion kita menjadi nyata dan bermakna.

Comments

Popular posts from this blog

Bahasa Berau Asli (Banua) di Ambang Kepunahan.

Kamus Bahasa Berau, Apakah Cukup Mempertahankan Bahasa Ini Dari Kepunahan?

Menyikapi Musuh: Pelajaran Berharga dari Sebuah Permusuhan