Wannabe Bagian : 1

Tak terasa, tujuh tahun lamanya sejak tahun 2008 berlalu. Ya, selama itu pula saya telah menempuh pendidikan tinggi. Apakah itu normal? Tentu tidak, itu tidak normal!

Semua berawal saat saya duduk di kelas 2 SMA. Pada waktu itu, cita-cita saya setinggi langit. Tidak hanya satu, tetapi dua, tiga, bahkan empat cita-cita sekaligus. Namun, di antara semua cita-cita yang bermunculan di benak saya, cita-cita terbesar saya saat itu adalah menjadi seorang ahli komputer, seorang profesional IT. Keinginan ini muncul karena kecintaan saya terhadap dunia komputer, meski saya akhirnya menyadari bahwa untuk menguasai dunia ini, dibutuhkan lebih dari sekadar minat; bakat alami dan ketekunan yang tinggi juga diperlukan.

Tahun 2008, saya lulus. Berkat rekomendasi dari salah satu teman ibu saya, saya mendapat kesempatan untuk melanjutkan kuliah di Malaysia. Setelah menerima ijazah, saya pun terbang ke Kota Kinabalu dan berkuliah di salah satu universitas di sana.

Selama lebih dari 1,5 tahun saya menjalani kehidupan kuliah di Malaysia, namun ternyata lingkungan di sana justru menyiksa saya. Saya dikucilkan oleh orang-orang yang memiliki pola pikir berbeda dengan saya, bahkan sesama mahasiswa Indonesia pun menjauhi saya. Tekanan psikologis itu semakin berat, apalagi dengan masalah keluarga yang datang silih berganti dari Indonesia. Semua hal negatif ini berimbas pada nilai akademik saya, dan saya tak bisa sepenuhnya fokus dalam belajar. Hal ini tak pernah saya ceritakan pada orang tua saya, hingga saat ini. Saya hanya diam, memendam semua perasaan itu sendiri.

Pertengahan tahun 2009, saya memutuskan untuk pulang ke Indonesia dan tidak kembali lagi ke Malaysia. Keuangan keluarga yang terbatas semakin membuat saya berpikir. Saya tidak ingin uang yang sudah dikeluarkan sia-sia, tanpa menghasilkan apapun. Dua bulan setelah pulang ke Indonesia, saya memutuskan untuk melanjutkan kuliah di Indonesia, dan Bandung menjadi tujuan pertama yang terlintas di pikiran saya.

Di Bandung, saya memilih untuk mengambil jurusan Manajemen, namun tak bertahan lama. Tidak lebih dari satu tahun, saya memutuskan untuk beralih ke jurusan Akuntansi. Namun, akibat ketertarikan saya pada bisnis online, kuliah saya kembali terbengkalai. Akhirnya, saya kembali memilih jurusan yang menjadi cinta pertama saya dalam dunia pendidikan, yaitu Sastra Inggris.

Tahun 2011, keputusan saya untuk mengambil jurusan Sastra Inggris ternyata berbuah manis. Kuliah saya menjadi lebih ringan, bahkan tanpa belajar keras pun saya bisa mendapatkan nilai A di setiap mata kuliah dengan mudah. Rasa percaya diri saya pun semakin tumbuh. Namun, tepat di semester 4, sesuatu terjadi.

Hari itu, saya lupa segalanya. Apakah itu ilmu santet? Yang pasti, akibatnya perkuliahan saya terbengkalai, dan saya kehilangan satu semester yang sangat berharga.

Alhamdulillah, di semester 5, kesadaran saya kembali. Saya berhasil menyelesaikan seluruh perkuliahan dengan baik, dan menggantikan perkuliahan di semester 4 yang hilang. In shaa Allah, pada bulan Desember 2015, kuliah saya akan selesai.

Comments

Popular posts from this blog

Bahasa Berau Asli (Banua) di Ambang Kepunahan.

Kamus Bahasa Berau, Apakah Cukup Mempertahankan Bahasa Ini Dari Kepunahan?

Menyikapi Musuh: Pelajaran Berharga dari Sebuah Permusuhan